Rabu, 19 Juni 2013

Upaya Penanggulangan Kekeringan di Indonesia

Bertepatan dengan Hari Memerangi Penggunaan Lahan & Kekeringan Sedunia, yaitu pada tanggal 17 Juni kemarin. Kita sebagai manusia patutnya semakin menyadari dalam hal menggunakan lahan, penyebab kekeringan dan bagaimana upaya-upaya sebagai penanggulangannya.
Letak geografis diantara dua benua, dan dua samudra serta terletak di sekitar garis khatulistiwa merupakan faktor klimatologis penyebab banjir dan kekeringan di Indonesia. Posisi geografis ini menyebabkan Indonesia berada pada belahan bumi dengan iklim monsoon tropis yang sangat sensitif terhadap anomali iklim El-Nino Southern Oscillation (ENSO). ENSO menyebabkan terjadinya kekeringan apabila kondisi suhu permukaan laut di Pasifik Equator bagian tengah hingga timur menghangat (El Nino). Berdasarkan analisis iklim 30 tahun terakhir menunjukkan bahwa, ada kecenderungan terbentuknya pola iklim baru yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim. Dampak terjadinya perubahan iklim terhadap sektor pertanian adalah bergesernya awal musim kemarau yang menyebabkan berubahnya pola tanam karena adanya kekeringan.
Penyebab Kekeringan
Faktor penyebab kekeringan adalah: 1) adanya penyimpangan iklim; 2) adanya gangguan keseimbangan hidrologis; dan 3) kekeringan agronomis.

Penyimpangan iklim, menyebabkan produksi uap air dan awan di sebagian Indonesia bervariasi dari kondisi sangat tinggi ke rendah atau sebaliknya. Ini semua menyebabkan penyimpangan iklim terhadap kondisi normalnya. Jumlah uap air dan awan yang rendah akan berpengaruh terhadap curah hujan, apabila curah hujan dan intensitas hujan rendah akan menyebabkan kekeringan.

Gangguan keseimbangan hidrologis, kekeringan juga dipengaruhi oleh adanya gangguan hidrologis seperti: 1) terjadinya degradasi Daerah Aliran Sungai (DAS) terutama bagian hulu mengalami alih fungsi lahan dari bervegetasi menjadi non vegetasi yang menyebabkan terganggunya sistem peresapan air tanah; 2) kerusakan hidrologis daerah tangkapan air bagian hulu menyebabkan waduk dan saluran irigasi terisi sedimen, sehingga kapasitas tampung air menurun tajam; 3) rendahnya cadangan air waduk yang disimpan pada musim penghujan akibat pendangkalan menyebabkan cadangan air musim kemarau sangat rendah sehingga memicu terjadinya kekeringan.

Kekeringan agronomis, terjadi sebagai akibat kebiasaan petani memaksakan menanam padi pada musim kemarau dengan ketersediaan air yang tidak mencukupi.
Wilayah yang biasa mengalami kekeringan
Kekeringan umumnya terjadi di wilayah-wilayah sebgai berikut: 1) areal pertanian tadah hujan; 2) daerah irigasi golongan 3; 3) daerah gadu liar; dan 4) daerah endemik kekeringan
Dampak akibat kekeringan
Dampak terjadinya kekeringan antara lain: 1) produksi tanaman turun/rendah/puso bahkan menyebabkan tanaman mati sehingga merugikan petani; 2) Karena produksi rendah secara riil mengalami kerugian material maupun finansial yang besar dan bila terjadi secara luas, akan mengancam ketahanan pangan nasional; 3) menyebabkan terganggunya hidrologis lingkungan yang berakibat terjadinya kekurangan air pada musim kemarau.
Kategori pengelolaan wilayah kekeringan
Pengelolaan wilayah kekeringan secara umum dibagi menjadi tiga kategori yaitu : 1) wilayah yang sawahnya mengalami kekeringan pada lokasi yang sama, daerah tersebut umumnya terjadi di bagian hilir daerah irigasi, daerah yang sumber irigasinya hanya mengandalkan debit sungai (tidak terdapat waduk) dan daerah sawah tadah hujan yang terdapat sumber air alternatif (air buangan, air tanah dangkal); 2) wilayah yang areal sawahnya mengalami kekeringan lebih besar atau sama dengan areal yang aman kekeringan, daerah tersebut bisa terjadi di bagian tengah/hilir daerah irigasi dan daerah yang sumber irigasinya hanya mengandalkan debit sungai (tidak terdapat waduk) serta tidak kesulitan mendapatkan sumber air alternatif untuk irigasi; dan 3) wilayah dimana areal sawahnya mengalami rawan kekeringan lebih kecil dari areal yang aman, daerah tersebut umumnya masih terdapat sumber air alternatif untuk irigasi walaupun jumlahnya masih kurang.
Pentingnya pengelolaan kekeringan
Kekeringan perlu dikelola dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut: 1) terus meningkatnya luas sawah yang terkena kekeringan sehingga berdampak pada penurunan produksi sampai gagal panen; 2) terjadinya kekeringan pada tahun yang sama saat terjadi anomali iklim maupun kondisi iklim normal; 3) periode ulang anomali iklim cenderung acak sehingga sulit untuk dilakukan adaptasi; 4) kekeringan berulang pada tahun yang sama di lokasi yang sama; 5) dampak anomali iklim bervariasi antara wilayah; 6) kekeringan hanya dapat diturunkan besarannya dan tidak dapat dihilangkan. Dengan pertimbangan tersebut sehingga diperlukan pengelolaan terencana dengan semua pemangku kepentingan.
Upaya-upaya
Untuk mengatasi kekeringan dapat dilakukan dengan cara: 1) gerakan masyarakat melalui penyuluhan; 2) membangun/rehabilitasi/pemeliharaan jaringan irigasi; 3) membangun/ rehabilitasi/pemeliharaan konservasi lahan dan air; 4) memberikan bantuan sarana produksi (benih dan pupuk, pompa spesifik lokasi); 5) mengembangkan budidaya hemat air dan input (menggunakan metode SRI/PTT). Selanjutnya untuk mengatasi penyebab klimatologis perlu melakukan; 1) penyebaran informasi prakiraan iklim lebih akurat; 2) membuat kalender tanam; 3) menerapkan dan memperhatikan peta rawan kekeringan yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian melalui data interpretasi. Peta kekeringan secara lengkap dapat didownload pada website http://pla.deptan.go.id/rbk/peta/index.html. Peta tersebut tersedia untuk wilayah Jawa, Nusa Tenggara (NTB dan NTT), Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Maluku dan Papua. Selain sumber di atas data dapat juga diperoleh melalui Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika dengan alamat website http://iklim.bmg.go.id /index.jsp. 

sumber : Ir.Sri Puji Rahayu, MM/ yayuk_edi@yahoo.com 
               
Modul TOT Penyuluh Pertanian dalam eangka Peningkatan Kesadaran Petani Terhadap Isu-isu Perubahan iklim serta Mitigasi dan Adaptasinya, Kerjasama Badan Litbang Pertanian dengan BMKG, 2011. 

http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/penyebab-kekeringan-dan-upaya-penanggulangannya

Selasa, 18 Juni 2013

Kelola Sampah Jakarta, Warga Bisa Dapat Insentif

Pemerintah Jakarta menjanjikan insentif bagi warga yang mengelola sampah sendiri di lingkungan sekitarnya. Imbalan untuk warga ini akan diberikan secara perorangan maupun badan usaha.

"Ini penghargaan buat warga," kata Kepala Dinas Kebersihan Jakarta, Unu Nurdin, di Balai Kota Jakarta, Senin 27 Mei 2013.

Ia mengatakan, insentif untuk pengelolaan sampah diatur dalam peraturan daerah yang baru disahkan pekan lalu. Dalam pasal 89 aturan itu, insentif terdiri dari dua macam, yakni insentif fiskal dan insentif non fiskal.

Insentif fiskal, kata Unu, berupa uang, dana bergulir, atau keringanan pajak daerah dan pengurangan retribusi. Sementara insentif non fiskal bisa berupa kemudahan dalam perizinan atau dalam bentuk penghargaan.

Memang, dalam aturan tidak disebutkan berapa banyak uang yang akan diterima warga jika mengelola sampah. Namun, nantinya pemberian insentif akan diusulkan dari Dinas Kebersihan ke Gubernur Jakarta.

"Penerima insentif berdasarkan hasil penilaian yang dilakukan tim yang dibentuk Gubernur," kata Unu.

Unu berharap Perda ini mendorong warga berpartisipasi mengolah  sampah Jakarta. Dia juga berharap ada inisiatif perusahaan-perusahaan di Jakarta. Menurutnya, ada dua perusahaan yang sedang mempertimbangkan untuk melakukan pengelolaan sampah sendiri, yaitu PT Astra Internasional Tbk dan PT Ciputra Development Tbk. Pengelolaan sampah itu akan jadi bagian dari kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) mereka. "CSR kan juga untuk kepedulian lingkungan," ujar Unu.

sumber : http://www.tempo.co/read/news/2013/05/27/083483653/Kelola-Sampah-Jakarta-Warga-Bisa-Dapat-Insentif

Warga Kelapa Gading keluhkan sampah yang menumpuk di pintu air

Ratusan warga RW 17 Kelapa Gading Timur, Kelapa gading, Jakarta Utara, mengeluhkan sampah yang menumpuk di Pintu Air Perintis Kemerdekaan. Mereka menuntut agar sampah segera diangkat karena menimbulkan bau tak sedap dan kawasan pemukiman menjadi kumuh.

"Sudah dua pekan ini sampah di sekitar Pintu Air Perintis Kemerdekaan menumpuk dan belum juga diangkat. Kami meminta Suku Dinas Kebersihan Jakarta Utara segera bertindak," kata Hary Santoso, Ketua RW 17 Kelurahan Kelapa Gading Timur kepada wartawan di lokasi, Jakarta Utara, Selasa (18/6).

Hary menjelaskan, sampah yang diperkirakan berjumlah 100 ton kubik itu membuat kawasannya menjadi kumuh. Padahal, jelas-jelas sampah yang sebagian besar berasal dari limbah rumah tangga itu bukan dari warganya.

"Ini sampah kiriman dari BKT, masa kami yang kena imbasnya. Kami khawatir bila tidak cepat diangkat kawasan kami terendam banjir," ujarnya.

Hary menambahkan, warganya telah berupaya mengangkut sampah yang menumpuk itu dengan cara swadaya dan manual. Namun karena volume sampah yang sangat tinggi, hal tersebut tak membuahkan hasil.

"Sekarang kami hanya merasakan baunya saja. Kami berharap pihak terkait segera mengangkat sampah tersebut," keluhnya.

Pantauan merdeka.com, di lokasi pintu air, sampah-sampah bertumpuk di sepanjang permukaan kali. Bahan bekas seperti plastik, ban bekas, kayu, ataupun bekas kasur bercecer di mana-mana. Di pelataran parkir juga terparkir alat berat backhoe dan dua truk sampah yang sedang direparasi oleh para petugas kebersihan.

sumber : http://www.merdeka.com/jakarta/warga-kelapa-gading-keluhkan-sampah-yang-menumpuk-di-pintu-air.html